Terjebak di suatu tempat pada saat liburan memang sesuatu yang tidak terduga. Namun, rupanya terjebak hujan menciptakan sebuah pengalaman dan cerita baru. Tidak selamanya terjebak itu buruk. Dilansir dari instagram catatanbackpacker, cerita pada saat ashari yudha terjebak hujan di danau biru.
Sepertinya, langit sedang tidak bersahabat hari ini. Bagaimana tidak, sedari tadi ia menangis. Berawal dari rintikan, lalu sesaat berubah menjadi deras memecah tanah. Kami berlima seperti orang bodoh yang hanya bisa diam, menunggu sentuhan kehangatan.
Kami terjebak di kawasan Danau Biru yang letaknya cukup jauh dari jalan utama. Awalnya, kami tak ada rencana untuk kesini, tetapi tawaran manis Ihsan untuk mampir tak bisa kami tolak.
Keputusan itu menjadi salah satu keputusan yang kami sesali, dan juga kami syukuri. Hanya ada satu pohon kecil yang menaungi kami dari hujan. Tetapi pohon itu juga tak memberi pengaruh apapun, karena angin besar membelokkan derasnya hujan tepat ke arah kami.
“Buka tenda, cepet!” teriak Hasan.
Kami segera berlarian kearah motor untuk mengambil tenda. Tetapi karena hujan yang sangat besar sekali, sepertinya membuat tenda pun percuma saja. Suara gemuruh angin dan kabut tebal yang meninggi membuat indera kami bermasalah. Harus ada keputusan cepat dan tepat untuk menanggulangi hal ini, atau kamera dan alat eletronik lain menjadi tumbal.
Saat itu pikiran kami semua hanya satu, bagaimana menyelamatkan alat-alat elektronik. Pohon yang tadinya menaungi tubuh kami, sekarang menjadi lahan untuk peralatan. Tenda yang awalnya akan menjadi sumber kehangatan, alih-alih menjadi cover untuk tas yang berisi aneka kamera dan smartphone.
Ah, sudah lama tidak bermain dengan hujan. Apalagi yang kutunggu? Teman-teman membuka baju lalu berlari. Tetesan air pecah di tubuh mereka. Suara tawa mereka larut dalam harmoni hujan.
Saya? Hanya terdiam, bersyukur apa yang telah kujalani selama ini.
Aku suka hujan
Karena di setiap air yang jatuh
Ku ikat sepucuk doa kecil
Jatuh ke bumi membawa semuanya.